Rabu, 27 Juni 2012

ZAHIR


Alam pedalaman menempa pribadi Zahir ibn Haram menjadi pribadi yang tangguh, keras, kuat, dan kekar. Sehingga ia dikenal sebagai salah seorang sahabat yang sangat pemberani tetapi kasar dan primitif. Tabiat keras dan kasarnya itu membuatnya dijauhi oleh banyak orang, karena merasa kesulitan berkomunikasi, kecuali Rasulullah saw. 

Rasulullah saw  mencintainya dengan sepenuh hati, memperlakukannya dengan lembut dan penuh sayang. Rasulullah saw dapat memahami dan memaklumi sikap kasar dan primitifnya itu sebagai akibat dari lingkungan pedalaman yang mempengaruhinya, di samping minimnya pengetahuan, dan kesempatan berinteraksi dengan masyarakat Madinah yang telah terbina, tertata dan berperadaban mulia terlebih dulu.

Situasi geografis, kesulitan transportasi dan komunikasi waktu itu menjadi penyekat Madinah dengan pedalaman, dan mengakibatkan kesenjangan dalam banyak hal termasuk kesenjangan pendidikan, adat kebiasaan, tata cara pergaulan, dan kemajuan-kemajuan lain yang terjadi di Madinah.  

Dengan seluruh keterbatasannya,orang-orang Badui tetap menyimpan kebaikan tersendiri. Di antara kebaikan Zahir yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang adalah kebiasaannya membawa oleh-oleh dari pedalaman seperti delima atau buah-buahan lain hasil kampung halamannya untuk dihadiahkan kepada Rasulullah saw. Kebaikan yang juga masih terpelihara pada sebagian masyarakat pedalaman di dunia hari ini yaitu kedermawanan dan kesederhanaan dengan membawakan hasil pertanian atau perkebunan kampung untuk menjadi oleh-oleh ketika berkunjung ke kota.

Ketika sebagian sahabat menjauhi Zahir saat datang ke Madinah karena sikap primitifnya itu, Rasulullah saw menyatakan: “Sesungguhnya Zahir itu adalah seorang badui kita dan ia tidak akan datang ke sini kecuali karena ingin berbaur dengan kita”. Pernyataan Rasulullah saw yang mengingatkan para sahabat agar dapat menerima dengan senang hati dan memaklumi kehadiran Zahir yang dianggap primitif itu dengan seluruh kekurangan dan ketidak tahuannya kemudian mengajarinya tentang tata cara pergaulan dan peradaban Madinah.

Untuk mengapresiasi kebaikan dan perhatian Zahir yang membawakan oleh-oleh dari kampungnya itu, Rasulullah saw tidak lupa memberikan hadiah keperluan-keperluan pokok yang berguna dan mempersiapkannya dengan baik sebelum hari Zahir kembali ke pedalaman. Rasulullah saw berusaha membalas kebaikan orang lain dengan yang lebih baik lagi. 
  
Bahkan cinta dan perhatian Rasulullah saw kepada Zahir pernah didemonstrasikan di depan umum. Suatu hari ketika Zahir sedang berada di pasar Madinah, menjual barang-barang hasil kampungnya, tanpa diketahui oleh Zahir. Rasulullah saw mendekap, memeluk dan menutup matanya dari belakang. Zahir terkejut dan berkata: “Lepaskan saya, lepasakan saya”. Setelah Rasulullah saw melepaskan tangannya, Zahir memutar badan dan melihat Rasulullah ada di hadapannnya. Zahir mengungkapkan kebahagiannya karena dipeluk Rasulullah saw dari belakang, dengan mengatakan: “Tidak pernah saya merasakan kebahagiaan sebagaimana kebahagiaan ketika badan saya bisa menempel dengan badan Rasulullah saw”.

Perangai Zahir yang dianggap primitif dan kasar itu Rasulullah saw perhalus dengan energi cinta dan kasih sayang. Sentuhan kata-kata lembut, perhatian yang berkesan dan hadiah-hadiah yang bermanfaat akan sanggup merubah sikap dan prilaku. Seseorang yang semula benci akan berubah cinta karena sentuhan kata-kata dan perhatian yang berkesan. Sebaliknya, seseorang yang semula cinta akan berubah benci karena kata-kata, sikap yang tidak berkenan atau miskin perhatian. Rasulullah saw mengubah peradaban dengan cinta dan kasih sayang.

Tidak berhenti sampai di situ. Unutk mencairkan sikap Zahir yang terkesan kasar itu Rasulullah saw melanjutkan candaannya dengan Zahir. Di tengah keramaian pasar itu Rasulullah saw gandeng tangan Zahir, sambil berdiri dan  tertawa Rasulullah SAW menjajakan: “Siapa yang mau membeli budak ini? siapa yang mau membeli budak ini?” Zahir yang merasa dijajakan dengan diobral berkata: “Ya Rasulullah.. Engkau anggap saya barang dagangan yang tidak laku dijual”.

Sikap Zahir sedikit demi sedikit berubah. Perangai kasar dan primitif Zahir diasah dengan candaan dalam pergaulan yang penuh cinta,dan kelembutan. Sisi kemanusiaan yang sering hilang oleh tekanan ketegangan, dan kerasnya kehidupan.
Status orang Badui yang disandangnya melekatkan kesan marginal di masyarakat dan membuatnya dipandang rendah oleh sebagian orang.  Rasulullah saw menggunakan cara halus dalam mengingatkan para sahabat agar tidak memandang rendah orang lain karena status sosial itu dengan cara mengobral Zahir. Sebuah sindiran tingkat tinggi. Karena biasanya yang dijual obral itu adalah sesuatu yang sudah tidak laku. Itulah yang disampaikan oleh Zahir ketika diobral Rasulullah saw.

Maka segera Rasulullah saw naikkan kemuliaan dan harga diri Zahir, yang sempat dijual obral itu dengan mengatakan: “Engkau di sisi Allah bukanlah yang tidak laku, akan tetapi Engkau berharga mahal”. Subhanallah.