Suasana
santai Rasulullah saw bersama Abu Darda ra mendadak berubah serius ketika
muncul Abu Bakar As Shiddiq ra yang datang tergopoh-gopoh, berjalan bergegas,
menyisingkan kainnya, sehingga hampir tampak kedua lututnya. Dari kejauhan
Rasulullah saw memandangi Abu Bakar ra dan berkomentar: “Sesungguhnya sahabatmu
itu sedang ada keperluan serius”.
“Assalamualaikum....”
Abu Bakar ra menyapa Rasulullah saw dan para sahabat. Setelah dijawab salam itu
kemudian Abu Bakar mengadukan masalahanya: “Ya Rasulullah saw, sesungguhnya
tadi saya ada sedikit masalah dengan Umar, saya agak tergesa-gesa kepadanya, sehingga
membuatnya agak kesal. Kemudian saya menyesali kejadian itu. Saya telah
memintanya agar ia bersedia memaafkan saya, tetapi Umar menolak. Saya sempat
menyusulnya ke Baqi’, saya tunggu ia keluar dari rumahnya tetapi tetap saja ia
menolak memaafkan kesalahan saya. Sehingga saya datang ke mari menghadap engkau
Wahai Rasulullah”.
Persahabatan
sangat mudah terkoyak oleh gesekan-gesekan kecil dan goresan yang terkadang
menyisakan rasa kesal dan kecewa. Padahal persahabatan itu sulit membina dan
membangunnya. Maka mempertahankan persahabatan sangat diperlukan kesadaran diri
dan keterbukaan untuk bisa memaafkan kekhilafan sahabat yang lain.
Menanggapi
kegelisahan Abu Bakar ra yang nyaris putus asa untuk mendapatkan maaf dari
Umar, Rasulullah saw berdoa: “Semoga Allah memberikan ampunan untukmu Wahai Abu
Bakar”. Dan untuk menunjukkan kesungguhan doa itu, Rasulullah saw mengulangi
doa itu tiga kali.
Rasulullah
saw pendidik sejati yang mampu meredam kegelisahan sahabatnya, dengan
mendekatkannya kepada Allah SWT. Sikap kebapakan yang mengayomi dan solutif
inilah yang menyebabkan para sahabat tidak segan-segan mengadukan
masalah-masalah pribadinya kepada Rasulullah saw. Para sahabat optimis jika
mengadukan masalah kepada Rasulullah saw akan ada solusi dan tidak menyisakan
polusi.
Di sisi
lain, Umar bin Al Khaththab ra mulai juga menyesali sikapnya “Kenapa menolak
memaafkan Abu Bakar, ketika Abu Bakar meminta maaf atas kekhilafannya?”. Umar
bin Al Khaththab ra pergi ke rumah Abu Bakar ra. Dan ketika sampai di rumah Abu
Bakar, Umar tidak menemukan Abu Bakar di rumahnya. Keluarga Abu Bakar
memberitahukan bahwa kemungkinan besar kalau tidak ada di rumah Abu Bakar
biasanya berada bersama Rasulullah saw.
Umar bin Al
Khaththab ra begegas menemui Rasulullah saw dengan harapan
mendapatkan Abu Bakar ra di sana dan dapat menyelesaikan masalahnya itu dengan
sebaik baiknya. Umar bin Al Khaththab ra tidak ingin memendam masalah
yang tidak terselesaikan dengan baik kepada para sahabatnya khususnya Abu Bakar
As Shiddiq.
Melihat kedatangan
Umar bin Al Khaththab ra, wajah Rasulullah saw berubah dan tampak marah,
sehingga Abu Bakar ra tampak kasihan dan tidak ingin Umar bin Al
Khaththab ra mendapatkan kemarahan dari Rasulullah saw. Abu Bakar ra
ketakutan hingga duduk tersungkur dan berkata: “Ya Rasulallah, saya yang salah,
saya yang telah melakukan kezhaliman”. Dua kali Abu Bakar ra mengulang
pernyataannya itu, mengiba agar Rasulullah saw tidak marah kepada Umar bin Al
Khaththab ra.
Tampak dari
cara Rasulullah saw menerima Umar bin Al Khaththab ra, ketidak senangannya jika
ada orang yang menolak memaafkan sahabatnya yang telah menyadari kekhilafan dan
meminta maaf. Seseorang yang telah mengakui kesalahannya secara psikis ia telah
kalah, maka tidak pantas untuk ditambah penderitaannya dengan tidak mendapatkan
maaf dari sahabatnya. Dan Abu Bakar ra tampak begitu mulia dan cintanya kepada
Umar bin Al Khaththab ra. Ia bersedia menanggung kesalahan itu hanya ada di
pundaknya dan berusaha membebaskan Umar bin Al Khaththab ra dari kesalahan.
Begitulah
persahabatan dibangun, dikelola dan diperbaiki jika ada gesekan, atau goresan
luka. Masalah dalam mu’amalah adalah keniscayaan, dan yang terpenting adalah
cara indah dalam menemukan solusi.
Rasulullah
saw kemudian mengingatkan kepada seluruh ummatnya secara umum untuk mengingat
prestas dan kebaikan orang lain. Rasulullah bersabda: “Wahai manusia semua,
seungguhnya Allah SWT mengutusku kepada kalian semua, lalu kalian semua
mendustakanku, tetapi Abu Bakar membenarkan dan mengimaniku. Ia telah melipurku
dengan jiwa, raga dan hartanya. Bersediakah kalian memaafkan sahabatku ini?
Rasulullah mengulang pertanyaannya itu tiga kali. Dan setelah peristiwa itu,
Abu Bakar ra tidak terganggu lagi.