Di antara isu yang kaum kafir Quraisy sebar luaskan di Makkah tentang Nabi Muhammad saw adalah sebutan sebagai majnun (orang gila). Tuduhan ini mereka lancarkan untuk menjauhkan Nabi Muhammad saw dari siapapun, terutama para pengunjung Ka’bah agar tidak mendekatinya dan dapat terpengaruh oleh dakwahnya.
Maka ketika
Dhimad al-Azdiy datang ke Makkah iapun mendengar berita tentang Nabi
Muhammad saw yang mereka sebut gila itu. Dhimad al-Azdiy merasa
prihatin dengan kondisi ini. Dhimad al-Azdiy bahkan ingin bertemu Nabi Muhammad
saw dengan harapan agar dapat membantu menyembuhkan penyakit gila seperti yang
ia dengar, karena Dhimad al-Azdiy terkenal sebagai perawat orang gila di
kaumnya dan membantu menyembuhkannya. “Kalau saja saya bisa berjumpa dengan
orang itu, dan Allah berikan kesembuhannya lewat sentuhan tanganku,” begitu
Dhimad al-Azdiy berharap.
Dan harapan
itupun terkabul, Dhimad al-Azdiy berjumpa dengan Nabi Muhammad saw. Dhimad
al-Azdiy berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya saya mendengar orang-orang
menyebutmu gila, dan saya ingin meruqyah penyakitmu ini. Dan sesungguhnya Allah
SWT telah menyembuhkan beberapa orang lewat sentuhan tangan saya. Apakah engkau
bersedia?”
Ungkapan ini
bisa membuat marah orang yang mendengarnya. Tetapi Nabi Muhammad saw
menanggapinya dengan sabar dan tenang, tidak marah, dan tidak menunjukkan sikap
kesal. Nabi Muhammad melihat ketulusan dan kepolosan Dhimad Al-Azdiy, orang
yang telah berpengalaman membantu menyembuhkan orang-orang gila.
Maka dengan
sabar dan bijak Nabi Muhammad menjawab tawaran Dhimad al-Azdiy dengan
mengatakan: “Sesungguhnya segala puji milik Allah, kami memuji-Nya, dan memohon
pertolongan-Nya. Barang siapa yang Allah telah berikan hidayah maka tidak
seorang pun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang telah Allah
sesatkan maka tidak ada seorangpun yang dapat menunjukinya. Dan saya bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya, dan utusan-Nya”.
Jawaban
Nabi Muhammad saw yang jelas dan lugas itu mengejutkan Dhimad al-Azdiy. Tidak
ada sedikitpun ciri orang gila seperti yang disebar luaskan kafir Quraisy
Makkah dalam diri dan ucapan Nabi Muhammad saw. Bahkan Dhimad al-Azdiy
merasakan hal yang luar biasa dari jawaban Nabi Muhammad saw yang sangat
singkat itu. Dan setelah mendengar jawaban itu Dhimad al-Azdiy meminta agar
Nabi Muhammad saw mengulanginya, “Ulangilah ucapanmu itu”. Nabi Muhammad
saw mengulanginya hingga tiga kali.
Dhimad
al-Azdiy terpesona dan menghormati Nabi Muhammad saw dengan sebaik-baiknya
seraya berkata, “Saya telah mendengar berulang kali mantra para dukun,
jampi-jampi para penyihir, ungkapan para penyair, tetapi belum pernah
mendengar ungkapan indah seperti yang telah engkau ucapkan. Alangkah dalam
sekali ucapanmu itu, sehingga sampai ke dasar dasar samudra. Ulurkan
tanganmu, saya akan berjanji kepadamu menjadi muslim pengikutmu”.
Nabi
Muhammad saw mengulurkan tangannya, menerima janji Dhimad al-Azdiy untuk masuk
Islam dan menjadi pengikutnya. Lalu Nabi Muhammad saw bersabda: ”Kamu mewakili
kaummu semua untuk masuk Islam? Dhimad al-Azdiy menjawab: “Ya, saya mewakili
seluruh kaum saya untuk setia dan berjanji masuk Islam”.
Dhimad
al-Azdiy sangat terkesan dengan ungkapan indah Nabi Muhammad saw yang sangat
jelas dan terang. Ungkapan Nabi Muhammad saw adalah suara hati yang
paling dalam, bukan retorika, bukan pula permainan kata-kata dari bibir dan
lidah yang tidak bertulang, sehingga mampu menembus hati Dhimad al-Azdiy
dalam waktu sekejap dan menebar benih iman di hatinya. Ungkapan yang
bersumber dari hati akan masuk pula ke dalam hati. Dan kata-kata yang hanya
permainan bibir dan lidah hanya akan lewat di telinga, tidak mampu menembus
hati manusia.
Jawaban Nabi
Muhammad saw kepada Dhimad al-Azdiy adalah muqaddimah khutbah yang sangat indah
karena berisi pujian dan syukur kepada Allah. Mengakui Kebesaran dan Keagungan
Allah, serta Ke-Esa-an Allah untuk disembah diminta pertolongan.
Begitu
cepatnya Dhimad al-Azdiy menyatakan Islam membuktikan bahwa agama ini adalah
agama fithrah dan ketulusan. Dakwah Islam adalah ketulusan sebagaimana Dhimad
al-Azdiy datang menemuinya juga dengan ketulusan.
Demikianlah
jiwa manusia yang merdeka, bersih dari kedengkian, tidak dipenuhi oleh
kepentingan-kepentingan duniawi akan lebih mudah merespon dan memenuhi
panggilan dakwah, lebih cepat menyerap hidayah. Jiwa yang fitri itu menemukan
habitat aslinya. Habitat yang memperkenalkannya dengan Yang Maha Pencipta, dan
memberinya harapan untuk kehidupan yang lebih berharga.
Tuduhan
negatif yang disebar luaskan oleh kaum kafir Quraisy itu menggugah hati
Dhimad al-Azdiy dan berubah menjadi pintu masuknya hidayah Islam ke dalam
hatinya. Wallahu a’lam.