Alam
pedalaman menempa pribadi Zahir ibn Haram menjadi pribadi yang tangguh, keras,
kuat, dan kekar. Sehingga ia dikenal sebagai salah seorang sahabat yang sangat
pemberani tetapi kasar dan primitif. Tabiat keras dan kasarnya itu membuatnya
dijauhi oleh banyak orang, karena merasa kesulitan berkomunikasi, kecuali
Rasulullah saw.
Rasulullah
saw mencintainya dengan sepenuh hati, memperlakukannya dengan lembut dan
penuh sayang. Rasulullah saw dapat memahami dan memaklumi sikap kasar dan
primitifnya itu sebagai akibat dari lingkungan pedalaman yang mempengaruhinya,
di samping minimnya pengetahuan, dan kesempatan berinteraksi dengan masyarakat
Madinah yang telah terbina, tertata dan berperadaban mulia terlebih dulu.
Situasi
geografis, kesulitan transportasi dan komunikasi waktu itu menjadi penyekat
Madinah dengan pedalaman, dan mengakibatkan kesenjangan dalam banyak hal
termasuk kesenjangan pendidikan, adat kebiasaan, tata cara pergaulan, dan kemajuan-kemajuan
lain yang terjadi di Madinah.
Dengan
seluruh keterbatasannya,orang-orang Badui tetap menyimpan kebaikan tersendiri.
Di antara kebaikan Zahir yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang adalah
kebiasaannya membawa oleh-oleh dari pedalaman seperti delima atau buah-buahan
lain hasil kampung halamannya untuk dihadiahkan kepada Rasulullah saw. Kebaikan
yang juga masih terpelihara pada sebagian masyarakat pedalaman di dunia hari
ini yaitu kedermawanan dan kesederhanaan dengan membawakan hasil pertanian atau
perkebunan kampung untuk menjadi oleh-oleh ketika berkunjung ke kota.
Ketika
sebagian sahabat menjauhi Zahir saat datang ke Madinah karena sikap primitifnya
itu, Rasulullah saw menyatakan: “Sesungguhnya Zahir itu adalah seorang badui
kita dan ia tidak akan datang ke sini kecuali karena ingin berbaur dengan
kita”. Pernyataan Rasulullah saw yang mengingatkan para sahabat agar dapat
menerima dengan senang hati dan memaklumi kehadiran Zahir yang dianggap
primitif itu dengan seluruh kekurangan dan ketidak tahuannya kemudian
mengajarinya tentang tata cara pergaulan dan peradaban Madinah.
Untuk
mengapresiasi kebaikan dan perhatian Zahir yang membawakan oleh-oleh dari
kampungnya itu, Rasulullah saw tidak lupa memberikan hadiah keperluan-keperluan
pokok yang berguna dan mempersiapkannya dengan baik sebelum hari Zahir kembali
ke pedalaman. Rasulullah saw berusaha membalas kebaikan orang lain dengan yang
lebih baik lagi.
Bahkan cinta
dan perhatian Rasulullah saw kepada Zahir pernah didemonstrasikan di depan
umum. Suatu hari ketika Zahir sedang berada di pasar Madinah, menjual
barang-barang hasil kampungnya, tanpa diketahui oleh Zahir. Rasulullah saw
mendekap, memeluk dan menutup matanya dari belakang. Zahir terkejut dan
berkata: “Lepaskan saya, lepasakan saya”. Setelah Rasulullah saw melepaskan
tangannya, Zahir memutar badan dan melihat Rasulullah ada di hadapannnya. Zahir
mengungkapkan kebahagiannya karena dipeluk Rasulullah saw dari belakang, dengan
mengatakan: “Tidak pernah saya merasakan kebahagiaan sebagaimana kebahagiaan
ketika badan saya bisa menempel dengan badan Rasulullah saw”.
Perangai
Zahir yang dianggap primitif dan kasar itu Rasulullah saw perhalus dengan
energi cinta dan kasih sayang. Sentuhan kata-kata lembut, perhatian yang
berkesan dan hadiah-hadiah yang bermanfaat akan sanggup merubah sikap dan
prilaku. Seseorang yang semula benci akan berubah cinta karena sentuhan
kata-kata dan perhatian yang berkesan. Sebaliknya, seseorang yang semula cinta
akan berubah benci karena kata-kata, sikap yang tidak berkenan atau miskin
perhatian. Rasulullah saw mengubah peradaban dengan cinta dan kasih sayang.
Tidak
berhenti sampai di situ. Unutk mencairkan sikap Zahir yang terkesan kasar itu
Rasulullah saw melanjutkan candaannya dengan Zahir. Di tengah keramaian pasar
itu Rasulullah saw gandeng tangan Zahir, sambil berdiri dan tertawa
Rasulullah SAW menjajakan: “Siapa yang mau membeli budak ini? siapa yang mau
membeli budak ini?” Zahir yang merasa dijajakan dengan diobral berkata: “Ya
Rasulullah.. Engkau anggap saya barang dagangan yang tidak laku dijual”.
Sikap Zahir
sedikit demi sedikit berubah. Perangai kasar dan primitif Zahir diasah dengan
candaan dalam pergaulan yang penuh cinta,dan kelembutan. Sisi kemanusiaan yang
sering hilang oleh tekanan ketegangan, dan kerasnya kehidupan.
Status orang
Badui yang disandangnya melekatkan kesan marginal di masyarakat dan membuatnya
dipandang rendah oleh sebagian orang. Rasulullah saw menggunakan cara
halus dalam mengingatkan para sahabat agar tidak memandang rendah orang lain
karena status sosial itu dengan cara mengobral Zahir. Sebuah sindiran tingkat
tinggi. Karena biasanya yang dijual obral itu adalah sesuatu yang sudah tidak
laku. Itulah yang disampaikan oleh Zahir ketika diobral Rasulullah saw.
Maka segera
Rasulullah saw naikkan kemuliaan dan harga diri Zahir, yang sempat dijual obral
itu dengan mengatakan: “Engkau di sisi Allah bukanlah yang tidak laku, akan
tetapi Engkau berharga mahal”. Subhanallah.